TAK terasa, sudah 50 tahun hubungan diplomatik antara Tunisia dan Indonesia terjalin hangat. Namun sayang, masyarakat di tanah air umumnya hanya mengenal kurma lezat asal negeri Muslim yang berada Afrika Utara itu. Itulah sebabnya. Duta Besar (Dubes) untuk Indonesia Tunisia Faysal Gouia menganggap tahun ini momen tepat melakukan langkah baru demi menguatkan hubungan kedua negara di segala bidang.
"Saat ini kita telah merajut hubungan politik yang baik. Kami ingin hubungan kita makin kuat di bidang ekonomi, kebudayaan, investasi, perdagangan dan people to people contact" kata Dubes Gouia dalam wawancaranya dengan wartawan Rakyat Merdeka Mcllani Eka Mahayana, Raras Cahya Fitri dan Syamsuddin Nasoetion di kantornya, kemarin.Tidak tampak kesibukan di Kedutaan Tunisia di Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat pagi, saat Rakyat Merdeka datang bertandang. Tidak ada juga ornamen-or-namen yang menandakan pera-yaan hubungan diplomatik antara kedua negara. Mungkin ini karena hari H ultah 50 tahun kedua negara sudah berlalu lama, 15 Februari lalu.
Kami diterima dubes di ruang kerja Dubes. Wajah Gouia bcrscr-seri menyambut kedatangan Rakyat Merdeka. Percakapan yang semula agak kaku, mulai mencair setelah disuguhi secang-kir teh hangat. Saat itu, Dubes Gouia didampingi First Secretary Sadok Boudguiga yang sesekali berbicara bahasa Prancis dan bahasa Indonesia yang terbata-bata."Kami terbuka bila Anda membutuhkan informasi yang lebih dalam tentang Tunisia dan hubungan bilateral negara kita," kata Gouia yang dibalas anggukan Boudguiga. Wajah mereka terlihat segar. Keduanya mengenakan batik. Rupanya Dubes yang mulai bertugas di Indonesia Januari 2006 itu adalah pecinta batik. Jangan heran, hari jumat merupakan Batik Day di kedutaan.
Gouia membuka percakapan dengan membacakan surat yangmenunjukkan hubungan hangat dua negara. Dari Presiden Ben Ali untuk SBY dan sebaliknya yang isinya saling memberi selamat atas keberhasilan masing-masing menjabat kembali pada 2009.Hubungan yang baik, mcnurut Gouia, membuka peluang kerja sama kedua negara yang sangat potensial dan perlu dikembangkan. "Karena Tunisia adalah negara yang paling dinamis di kawasan (Afrika Utara) dan.Indonesia merupakan negara dengan ekonomi terbesar di Asia Tenggara. Apalagi Indonesia adalah anggota G-20. Kedua negara sama-sama mengalami evolusi dan kemajuan, sama-sama demokratis, negara Muslim moderat, dan berpegang pada keterbukaan, moderasi, dan solidaritas," kata dubes yang hobi makan nasi goreng dan sate itu.
Menjabat Dubes selama empat tahun terakhir, Gouia melihat banyak perkembangan di Indonesia. "Saya pikir Indonesia saat ini berada pada jalur yang tepat. Untuk ke depannya, Indonesia akanmenjadi negara dengan perekonomian terbesar, jika terus berada pada jalur ini," tambah pria yang suka belanja ke mall itu.Hal positif yang dimiliki kedua negara tidak cukup menggenjot kerja sama makin dalam. "Kurangnya promosi salah satu hal yangmenjadi hambatan pengembangan hubungan kedua negara," curhatnya.
Hubungan antarorang (peopleto people contact), menurutnya, adalah salah satu cara memperkuat hubungan di semua sektor. "Hingga saat ini sedikit orang Indonesia yang memilih memperdalam ilmu di Tunisia. Sekitar 20-25 mahasiswa lingkat doktoral di Tunisia, kebanyakan mempelajari agama di Universitas Az Zaitun," terangnya."Sejak 1980-an, pemerintah Tunisia memberi beasiswa kepada warga Indonesia untuk mengikuti pendidikan tinggi di Universitas Tunisia. Sebaliknya, tidak ada beasiswa dari Indonesia kepada siswa Tunisia. Akibatnya, saat ini tidak ada siswa Tunisia yang menuntut ilmu di Indonesia," tuturnya.
Negara di Afrika Utara ber-ibukota Tunis ini membuka secara resmi hubungan diplomatik dengan Indonesia pada 15 Februari 1960. Empat tahun sebelumnya, Tunisia memperoleh kemerdekaan dari Prancis, memilih bentuk kerajaan. Tapi, setahun kemudian mengubah bentuk negara menjadi republik dengan Habib Bourguiba sebagai presiden. Saat ini Tunisia dipimpin Presiden Zine El Abi-dine Ben Ali, yang telah terpilih dalam lima kali masa jabatan presiden, sejak 1987.Seperti di Indonesia, Tunisia menggelar pemilu setiap lima tahun sekali. Pemilu terakhir diadakan Oktober tahun lalu. Namun sedikit berbeda dengan masa jabatan presiden Indonesia,presiden Tunisia boleh dipilih berkali-kali selama usianya masih di bawah 75 tahun.
Dari sisi ekonomi, memang ekspor-impor terbesar Tunisia adalah dengan Uni Eropa (UE). Indonesia sendiri lebih konsentrasi ke kawasan. Tunisia adalah negara pertama yang menandatangani perjanjian perdagangan bebas (Free Trade Agree-menl/FTA) dengan UE, pada 1995. Namun, mcnurut Gouia, adanya globalisasi membuat kita semua perlu mencari pasar baru dan rekan baru."Dengan posisinya, Tunisia bisa menjadi gerbang Indonesia ke pasar Eropa. Untuk sekarang saya pikir memang belum perlu FTA (dengan Indonesia atau ASEAN). Karena sebelum FTA, kita harus mengembangkan dulu hubungan. Pertukaran perdagangan antara kedua negara masih terbatas. Jika pertukaran tidak mencerminkan perlu, maka perjanjian tidak perlu dilakukan," tutur diplomat kelahiran 10 Juli 1959 itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar